Sebongkah roket mengakhiri pengembaraan tujuh tahun di luar angkasa minggu lalu. Tepatnya pada 4 Maret 2022, puing-puing luar angkasa akhirnya menghantam Bulan.
Peristiwa itu terjadi pada 07:25 EST (1225 GMT) di sisi jauh Bulan, kata para ahli. Artinya, peristiwa tersebut tidak terlihat oleh teleskop berbasis darat. Lunar Reconnaissance Orbiter NASA mungkin tidak berada di posisi yang tepat untuk melihat kecelakaan itu.
Namun mereka berjanji akan mencari tahu kawah akibat kejadian tersebut. Sejauh ini belum diketahui seberapa besar lubang atau kawah akibat tabrakan tersebut.
Kawah tersebut, menurut Scientific American, agak dekat dengan Kawah Hertzsprung, kawah selebar 570 kilometer yang terbentuk secara alami di Bulan.
Dikutip dari Space.com, Senin (7/3/2022) tabrakan ini menandai tabrakan bulan pertama yang diketahui melibatkan perangkat keras luar angkasa. Dari mana tepatnya puing-puing roket itu berasal masih menjadi bahan perdebatan.
Misteri asal usul sampah luar angkasa
Analisis awal menunjuk ke roket SpaceX Falcon 9, meskipun identifikasi kemudian mengidentifikasi peluncur China sebagai asalnya. Namun, China membantahnya. Sisi mereka menggambarkan betapa sulitnya melacak benda-benda kecil yang jauh dari Bumi.
Prediksi pertama yang diketahui tentang dampak tabrakan puing-puing ruang angkasa di Bulan datang dari astronom Bill Gray yang menjalankan program Project Pluto. Perhitungan awal oleh Gray dan timnya menunjukkan bahwa penabrak itu adalah bagian atas roket SpaceX Falcon 9 yang meluncurkan satelit Deep Space Climate Observatory (DSCOVR) pada Februari 2015.
Namun, Gray kemudian mengoreksi analisisnya setelah berdiskusi dengan astronom lain, termasuk Jonathan McDowell, astronom di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics yang biasanya melacak satelit dan puing-puing ruang angkasa. Pekerjaan Gray dan beberapa pengamatan independen lainnya sekarang menunjukkan bahwa objek itu sebenarnya adalah bagian dari roket Long March 3C yang meluncurkan misi China Chang’e 5-T1 pada tahun 2014.
Chang’e-5-T1 adalah teknologi misi Chang’e 5 yang membawa sampel Bulan kembali ke Bumi pada Desember 2020. Namun seperti yang sudah disebutkan, China membantahnya. Awalnya, data Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat mendukung penyangkalan ini dengan menunjukkan bahwa objek tersebut telah kembali memasuki atmosfer Bumi pada tahun 2015.
Namun pejabat Angkatan Luar Angkasa AS baru-baru ini membantah kepada SpaceNews bahwa Chang’e 5-T1 tidak menyimpang dari orbit saat itu. Klaim yang masuk kembali ke Bumi dinyatakan sebagai data pelacakan palsu.
Yang jelas, acara ini bisa menjadi bagian dari penelitian baru. Para astronom sangat ingin menemukan dan mempelajari kawah baru yang dihasilkan dari tabrakan untuk mempelajari lebih lanjut tentang komposisi permukaan dekat dan struktur sisi jauh Bulan yang misterius.
Benarkah itu bekas roket China? Mungkin harus dicek langsung ke lokasi.