Jakarta (ANTARA) – Anggota Dewan Pembina Perhimpunan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan upaya penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 merupakan pelanggaran prinsip kedaulatan rakyat.
Titi menjelaskan, kedaulatan rakyat merupakan salah satu asas yang menjadi dasar pembentukan konstitusi sehingga pelanggaran terhadap asas tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi negara UUD 1945.
“Prinsip kedaulatan rakyat telah kita praktikkan melalui penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan adil,” kata Titi saat berbicara dalam acara diskusi virtual yang dihadiri di Jakarta, Minggu.
Lebih lanjut ia menegaskan, upaya penundaan pemilu dengan alasan yang tidak biasa, tidak logis, dan tidak ada presedennya, yakni untuk stabilitas ekonomi, merupakan upaya untuk melemahkan prinsip kedaulatan rakyat.
“(Pemilu yang tertunda, red.) membuat kedaulatan rakyat tidak bisa diterapkan,” jelas Titi.
Baca juga: Puskapol UI: Akhiri Wacana Penundaan Pilkada Kembali ke Konstitusi
Ia melanjutkan, upaya penundaan pemilu 2024 juga melanggar kewajiban menyelenggarakan pemilu secara berkala atau periodik sebagaimana diperintahkan aturan konstitusi.
“Dalam Pasal 22E ayat 1 disebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan secara jujur dan transparan (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) setiap 5 tahun sekali. Kewajiban menyelenggarakan pemilihan umum secara teratur jelas dilanggar. dengan narasi penundaan pemilu ini,” katanya.
Terakhir, Titi menyampaikan bahwa upaya penundaan Pemilu 2024 merupakan alasan untuk melewati atau melanggar batas waktu yang diatur dalam UUD 1945.
“Konstitusi memang bisa diganti, bisa diamandemen. Namun, semangat konstitusionalisme demokrasi adalah komitmen negara kita,” jelas Titi.
Ia mengingatkan elit politik bahwa konstitusi negara UUD 1945 bukan hanya pasal yang dapat diubah sesuai kebutuhan, karena pasal-pasal tersebut merupakan komitmen bersama untuk membatasi kekuasaan pemerintah.
Kekuasaan pemerintah, lanjutnya, hanya bisa dibatasi melalui pemilihan umum berkala dan pembatasan masa jabatan presiden.
Dalam diskusi yang sama, Titi mengatakan bahwa beberapa elit politik telah mencoba memunculkan wacana penundaan pemilu sejak pertengahan 2021. Namun, upaya itu kemudian meredup karena wacana tersebut kurang diterima masyarakat.
Baca juga: Pengamat: Usulan Penundaan Pilkada Karena Parpol Belum Siap Bersaing
Kemudian wacana tersebut kembali disampaikan kepada publik secara terbuka oleh Menteri Penanaman Modal/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada Januari 2022.
Bahlil beralasan wacana tersebut diusung sejumlah kalangan bisnis.
Namun wacana tersebut kemudian meredup kembali setelah diprotes dan dikritik oleh berbagai kalangan masyarakat, mulai dari akademisi hingga organisasi masyarakat sipil.
Namun, wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden kembali menjadi sorotan publik setelah beberapa pimpinan partai pendukung pemerintah pada Februari 2022 mengajukan dua hal tersebut ke publik.
Baca juga: Sekjen PDIP: Polemik Penundaan Pilkada 2024 Tak Perlu Berlarut-larut
Baca juga: Survei LSI: Mayoritas Warga Tolak Wacana Penundaan Pilkada 2024
Baca Juga: Siti Zuhro: Wacana Penundaan Pilkada Ciptakan Kekacauan dan Ketidakpastian
Reporter: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tasrief Tarmizi
HAK CIPTA © ANTARA 2022