Pengamat: Kepresidenan G20 secara progresif dapat menghentikan perang Rusia-Ukraina

Jember, Jawa Timur (ANTARA) – Pengamat politik Universitas Jember (Unej) Dr Muhammad Iqbal mengatakan, posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 harus lebih progresif untuk menghentikan perang Rusia-Ukraina.

“Keahlian diplomatik Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Presidensi G20 harus lebih progresif untuk menghentikan perang,” katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu malam.

Menurutnya, penting bagi kebijakan dan sikap luar negeri Indonesia untuk konsisten dalam memajukan politik luar negeri nonblok dan bebas aktif.

“Seharusnya Presiden Joko Widodo menunjukkan kualitas kepemimpinan untuk mencetak warisan penting bagi dunia internasional terkait isu invasi Rusia-Ukraina,” katanya.

Dia mengatakan Rusia juga termasuk dalam G20, jadi jika dipetakan, Rusia akan mendapatkan lebih banyak dukungan hanya dari China, maka 17 anggota G20 lainnya, minus Indonesia, terutama AS dan Uni Eropa, cenderung menentang militer Rusia. agresi.

Baca juga: Pengamat Unej Jelaskan Dampak Perang Rusia-Ukraina terhadap Perekonomian Indonesia

Baca juga: Kepresidenan G20 2022 Bukti Indonesia Masuk Kelompok Negara Berpengaruh

Sejarah diplomasi Indonesia yang ditorehkan oleh beberapa presiden, lanjutnya, seperti Presiden Soekarno, Suharto, Gus Dur dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat harum ketika mereka berhasil menjadikan Indonesia sebagai mediator dalam berbagai konflik geopolitik.

“Jadi, di bawah Presiden Jokowi, Kepresidenan G20 harus menjadi arena emas diplomasi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina,” kata dosen Hubungan Internasional FISIP Unej ini.

Di sisi ekonomi, lanjutnya, jika perang berlangsung cukup lama, Indonesia bisa serius, terutama di sektor perdagangan internasional.

“Hilangnya pendapatan ekspor dari Rusia senilai sekitar 150 juta dolar AS atau sekitar Rp 2 triliun dan 5 juta dolar AS dari Ukraina, namun ketergantungan Indonesia pada impor gandum dari Ukraina juga bisa sangat berisiko untuk harga produk berbasis gandum. untuk meningkat,” katanya.

BACA JUGA:  Kota Bandung menyambut KAA 2022 sebagai momen kebangkitan dari pandemi

Dampak lainnya, kata dia, banyak negara di dunia yang memberlakukan sanksi ekonomi kepada Rusia, sehingga secara global dapat memicu tekanan pada harga minyak dan gas, pasar modal global, dan nilai mata uang.

“Tentu saja rupiah dan harga BBM kita juga terancam tertekan akibat dampak perang Rusia-Ukraina,” kata pakar ilmu komunikasi itu.

Reporter: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
HAK CIPTA © ANTARA 2022