Surat edaran ini dimaksudkan untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pencegahan, memberikan perlindungan, dan memastikan anak memiliki lingkungan yang aman.
Jakarta (ANTARA) – Menteri Sosial Tri Rismaharini telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah yang mendesak untuk memperkuat keamanan dan perlindungan anak di berbagai lingkungan.
“Surat edaran ini dimaksudkan untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pencegahan, memberikan perlindungan, dan memastikan anak-anak memiliki lingkungan yang aman,” katanya dalam keterangan pers yang dikeluarkan, Senin.
Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengamanan dan Perlindungan Anak di Berbagai Lingkungan ditujukan kepada gubernur, bupati, walikota, dan pemangku kepentingan, ungkapnya.
Diperlukan upaya yang terarah, terpadu, sistematis, dan berkelanjutan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak serta pemberian bantuan kepada anak, ujarnya.
Lebih lanjut Rismaharini mengatakan kementeriannya telah melakukan upaya pencegahan dalam menanggapi tren peningkatan kasus kekerasan terhadap anak.
Upaya tersebut terdiri dari pembinaan dan pencegahan yang difokuskan pada anak, orang tua, dan masyarakat, kampanye sosial, dan penegakan hukum, ujarnya.
Sedangkan penanganan kekerasan meliputi pelaporan, pengkajian dan penanganan yang komprehensif, penegakan hukum, inklusi pengetahuan multi disiplin, dan pelibatan pemangku kepentingan, ujarnya.
Berita terkait: Desa harus memastikan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, anak-anak
Berdasarkan data kementerian, pelaku kekerasan, termasuk kekerasan seksual, seringkali berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, paman, tetangga, kekasih, guru, pengasuh, teman dari media sosial, dan orang asing. menteri mencatat.
“Perempuan dan anak korban kekerasan seringkali mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Sering terjadi dalam jangka waktu tertentu dan bisa terjadi secara online,” ujarnya.
Menurut data kementerian, per 6 Januari 2022, jumlah anak yang dihamili karena kekerasan seksual adalah 780. Sementara 568 di antaranya telah melahirkan, 212 belum, kata menteri.
Data tersebut juga menunjukkan, per 31 Januari 2022, jumlah kasus kekerasan terhadap anak mencapai 1.253, tambahnya.
Dari angka tersebut, jumlah korban terbanyak, yakni 338 anak mengalami kekerasan seksual, sedangkan 80 anak mengalami kekerasan fisik dan/atau mental, kata Rismaharini.
Amanat perlindungan anak dan perlindungan khusus telah diperkuat dengan UU Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 14, 15, 45B, 47, dan 54, katanya.
Selain itu, perlindungan khusus merupakan bentuk perlindungan yang diterima anak dalam situasi dan kondisi tertentu sehingga terjamin keselamatannya dari bahaya yang mengancamnya, jelasnya.
Upaya perlindungan tersebut telah diperkuat melalui Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 yang menegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak, tambahnya.
Berita terkait: Pencegahan kekerasan harus dimulai dari tingkat keluarga: pelayanan
Berita terkait: Perlu restorative justice untuk menangani kekerasan terhadap perempuan, anak