Mengelola Zamrud Khatulistiwa untuk investasi berkelanjutan

Indonesia sering disebut Zamrud Khatulistiwa karena keindahan wisata baharinya, antara lain Bunaken di Sulawesi Utara, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), Raja Ampat di Papua Barat, dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara.

Selain destinasi pariwisata, aspek lain dari sektor maritim juga memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengoptimalkan potensi tersebut, misalnya dengan menerbitkan tiga peraturan presiden tentang rencana zonasi ruang laut antarwilayah Laut Jawa, Laut Sulawesi, dan Teluk Tomini di Pulau Sulawesi untuk mempercepat investasi kelautan.

Penetapan rencana zonasi merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Rencana zonasi tersebut akan menjadi acuan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

KKPRL merupakan prasyarat perizinan berusaha sesuai dengan Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Setelah ketiga peraturan tersebut diterbitkan, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut kementerian akan membangun pusat pertumbuhan laut yang efektif, berdaya saing, dan ramah lingkungan di ketiga wilayah tersebut.

Sebelumnya, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Antar Daerah Selat Makassar.

Oleh karena itu, empat peraturan presiden mengatur rencana zonasi empat wilayah laut antarwilayah di Indonesia.

Namun, rencana zonasi belum diatur untuk 16 wilayah laut antar wilayah yang terdiri dari selat, teluk, dan laut lintas provinsi.

Pj Dirjen Penataan Ruang Laut Kementerian Pamuji Lestari mengatakan, Ditjen juga akan mendorong investasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor tersebut.

Lestari mencatat, PNBP Ditjen pada 2021 telah mencapai lebih dari Rp27 miliar, meningkat sekitar 400 persen dibandingkan kinerja PNBP yang hanya sekitar Rp6 miliar pada 2020.

Lebih lanjut, Lestari mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan kementerian untuk mengawal administrasi perizinan usaha kelautan untuk mengoptimalkan pencapaian pendapatan.
Berita terkait: Perpres Rencana Zonasi Ruang Laut Percepat Investasi: Menteri
Berita terkait: Investasi di sektor kelautan, perikanan mencapai Rp6,02 triliun pada tahun 2021

Keseimbangan ekologi-ekonomi

Selain menerbitkan regulasi dan mengintensifkan kerja sama internal, Kementerian Kelautan dan Perikanan menjalin kerja sama dengan beberapa pihak eksternal, seperti Seychelles.

Kerjasama dengan negara kepulauan bertujuan untuk menjalin kerjasama strategis dan investasi berbasis ekonomi biru.

Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, Seychelles merupakan negara yang menjadi pionir dalam blue economy, karena negara Afrika telah mengembangkan program blue bond berdaulat untuk meningkatkan pariwisata baharinya.

Menurut situs resmi Bank Dunia, blue bond adalah instrumen utang yang diterbitkan untuk meningkatkan investasi untuk proyek kelautan dan kelautan yang bermanfaat dan ramah lingkungan.

Trenggono menilai kerja sama tersebut sejalan dengan upaya kementerian untuk menciptakan keseimbangan ekologi dan ekonomi melalui inovasi teknologi.

Sementara itu, Utusan Khusus Presiden Seychelles untuk ASEAN, Nico Barito, menyatakan bahwa sebagai negara kepulauan, negaranya sangat concern terhadap isu lingkungan, terutama mengenai perlindungan biota laut.

Oleh karena itu, Seychelles telah mengusulkan untuk bekerja sama dengan Indonesia untuk mengembangkan pariwisata bahari yang berkelanjutan, perikanan yang bertanggung jawab, konservasi keanekaragaman hayati, dan pemantauan pulau untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya serta memperkuat pelestarian lingkungan.

Sementara itu, Indonesia telah menawarkan kerjasama untuk membangun jaringan hotel internasional kelas dunia di beberapa destinasi wisata, seperti di Pulau Maratua di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

Indonesia juga memperluas kerjasama untuk menarik investasi asing melalui obligasi biru Indonesia, memajukan sumber daya manusia kelautan dan perikanan Indonesia, serta menyusun modul pelatihan untuk pengelolaan destinasi wisata bahari Indonesia.

Pj Kepala Pusat Penelitian dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kusdiantoro mengatakan, melalui kerjasama investasi dan pengembangan sumber daya manusia, Indonesia telah berkomitmen untuk bersinergi dengan Seychelles dalam mengembangkan ekonomi biru Indonesia.

Proyek percontohan kerja sama tersebut adalah pembentukan wisata bahari berbasis lingkungan.

Keberhasilan pemerintah Seychelles dalam menerapkan wisata bahari berbasis ekonomi biru diharapkan dapat menjadi contoh bagi generasi muda Indonesia untuk mengoptimalkan potensi wisata baharinya sendiri.

Berita terkait: Studi Bappenas berencana menawarkan obligasi biru tahun depan
Berita terkait: Menyelaraskan konsep ekonomi biru Indonesia dengan visi G20

Akses OSS

Terkait penanaman modal dalam negeri, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengharapkan berbagai instansi terkait dapat membantu para pelaku usaha perikanan di berbagai daerah untuk mengakses layanan berbasis web untuk penerbitan izin usaha Online Single Submission (OSS).

Mereka sering mengalami kesulitan teknis saat membuat akun OSS dan membuat pengajuan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan administrasi.

Untuk itu, Suhufan mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Investasi, serta pemerintah daerah untuk mengevaluasi dan meningkatkan penerapan OSS di subsektor perikanan tangkap.

Investasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu alternatif upaya pemerintah untuk meningkatkan pencapaian PNBPnya.

Namun, penanaman modal tersebut harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang, peruntukan ruang, dan zonasi pemanfaatan yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, Suhufan berharap investasi bisnis di berbagai pulau kecil dan pesisir tidak menghambat aktivitas nelayan setempat. Sebagai gantinya, harus memprioritaskan nelayan lokal, masyarakat, dan masyarakat adat untuk memanfaatkan wilayah pesisir dan laut di sekitar desa mereka.

Dikatakannya, beberapa aktivitas investasi yang mengganggu aktivitas nelayan lokal, seperti aktivitas pertambangan di Pulau Bangka di Kepulauan Bangka Belitung, Kabupaten Minahasa Utara di Sulawesi Utara, dan Pulau Talaud di Sulawesi Utara.

Bahkan, beberapa peraturan telah dikeluarkan sebagai tindakan pencegahan terhadap masalah tersebut, katanya.

Namun, implementasi aturan tersebut belum sinkron antar sektor terkait yang meliputi sektor pertambangan, kehutanan, dan kelautan.

Senada, Ketua Harian Asosiasi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menegaskan, konsep pembangunan pesisir yang dilaksanakan pemerintah tidak boleh hanya fokus pada peningkatan capaian PNBP melalui investasi kelautan dan perikanan.

Menurut Setiawan, kegiatan investasi yang hanya mengejar target PNBP ditemukan cenderung menjadi penyebab masalah sosial dan eksploitasi dan perusakan ekosistem.

Selain itu, usaha binaan PNBP seringkali kurang melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan hingga pelaksanaannya.

Masyarakat pesisir seharusnya tidak lagi hanya menjadi obyek pembangunan atau rencana investasi, melainkan menjadi subyek aktif dari rencana tersebut.

Keterlibatan aktif masyarakat serta penerapan konsep ekonomi biru yang mampu menyeimbangkan aspek ekologi dan ekonomi diyakini mampu menciptakan investasi kelautan yang berkelanjutan bagi generasi penerus Indonesia.

Berita terkait: Pengembangan wisata bahari harus bersinergi dengan masyarakat lokal: Ahli
Berita terkait: BMKG tekankan pembangunan infrastruktur kritis di wilayah pesisir