Membawa transformasi digital ke G20 sebagai jalur cepat menuju pemulihan

Indonesia berfokus pada tiga bidang selama Kepresidenan G20: membangun arsitektur kesehatan global yang lebih kuat, mendorong transisi energi, dan melakukan transformasi digital.

Digitalisasi dinilai penting karena telah membantu banyak orang bertahan di tengah pandemi COVID-19.

Sejumlah besar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah memigrasikan bisnis mereka ke platform digital untuk tetap berjalan meskipun ada pembatasan aktivitas publik.

Siswa telah belajar online dari rumah setiap kali pembelajaran tatap muka dihentikan sementara untuk mencegah penularan virus di sekolah.

Ratusan acara dan pertemuan telah diselenggarakan di tengah pandemi dengan bantuan platform virtual.

Transformasi digital kini telah merambah hampir di semua bidang, seperti keuangan, ekonomi, transportasi, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Presiden Joko Widodo mendesak seluruh industri di tanah air untuk memanfaatkan teknologi digital guna memastikan efisiensi dan daya saing.

“Saya pikir, suka atau tidak, kita akan bermigrasi ke digitalisasi. Semua industri harus terlibat dalam hal ini. Pemerintah, pendidikan, kesehatan (sektor) harus masuk ke digitalisasi, agar bisa lebih efisien dan kompetitif. Kita bisa bersaing dengan negara lain,” ujarnya.

Bangsa akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan jika mampu bertransformasi dan menjadi ekonomi baru yang lebih kuat, dan lebih maju, menurut Presiden.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyampaikan niatnya untuk mendorong lebih banyak warga bermigrasi ke ruang digital di tengah pandemi.

Pemerintah ingin meningkatkan keterampilan digital dan literasi warga dan berharap kelancaran migrasi aktivitas publik ke ruang digital.

Untuk itu, membawa isu transformasi digital ke G20 bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital yang inklusif dengan mendorong digitalisasi di berbagai sektor, termasuk sektor ekonomi.

“Digitalisasi itu penting, terutama di sektor keuangan, karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki rekening bank sehingga tidak memiliki akses terhadap fasilitas dan layanan perbankan yang lengkap. Untuk tujuan ini, bank digital dan mata uang sangat penting saat ini, ”katanya.

Mempercepat pemulihan ekonomi

Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, transformasi digital, kerja sama kesehatan global, serta pengembangan ekonomi hijau dan pembiayaan hijau dapat mendukung pemulihan yang lebih cepat dan kuat.

“Tiga aspek ini merupakan respon yang perlu kita ambil bersama untuk mengatasi pandemi ini,” tegasnya.

Transformasi digital, termasuk digitalisasi sistem pembayaran, menjadi salah satu dari enam agenda utama dalam G20 Finance Track Meeting, katanya.

Digitalisasi sistem pembayaran tersebut meliputi transaksi pembayaran lintas batas, Open API (application programming interface), Quick Response (QR) lintas batas, dan Central Bank Digital Currency (CBDC), kata gubernur bank sentral.

Selain transformasi digital, kerjasama di bidang kesehatan global khususnya untuk program vaksinasi juga dapat mempercepat pemulihan, ujarnya. Vaksinasi dapat membantu memastikan bahwa pandemi COVID-19 segera teratasi, tambahnya.

Pengembangan ekonomi hijau dan pembiayaan hijau juga perlu diperkuat melalui transisi energi yang berkelanjutan, kata Warjiyo

Ketiga aspek tersebut membutuhkan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak agar negara dapat menyusun pemulihan yang lebih cepat dan kuat, sesuai dengan tema Kepresidenan G20 Indonesia yaitu “pulih bersama, pulih lebih kuat”, tambahnya.

“Inilah tiga bidang untuk bersama-sama pulih, pulih lebih kuat yang telah diperintahkan Presiden kita Joko Widodo kepada kita untuk sukses di masa Kepresidenan Indonesia (G20),” tegasnya.

UMKM digital

UMKM diharapkan dapat menghidupkan kembali perekonomian Indonesia di tengah pengangguran akibat pandemi

Pada akhir 2018, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta, mencakup 99,9 persen dari seluruh bisnis di Indonesia, dan berkontribusi 60,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Dengan kata lain, sektor tersebut menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan menyumbang 99 persen dari total penyerapan tenaga kerja.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), setidaknya 47,75 persen bisnis memanfaatkan teknologi informasi (TI) untuk pemasaran online pra-pandemi.

Sedangkan bisnis yang memanfaatkan internet dan IT hanya menyentuh 5,76 persen. Perusahaan yang melakukan pemasaran online sebelum pandemi melihat pendapatan mereka meningkat 1,14 kali dibandingkan dengan mereka yang mulai memasarkan produknya setelah pandemi.

Sebanyak 6,5 juta UMKM bermigrasi ke ekosistem digital dari Juli 2020 hingga Juni 2021, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki menginformasikan.

Jumlah itu meningkat signifikan dibandingkan 10 tahun lalu yang hanya ada pasar fisik di Indonesia, tambahnya.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebelumnya mengatakan, digitalisasi telah meningkatkan perekonomian nasional.

Hal ini dibuktikan dengan prediksi ekonomi digital Indonesia akan muncul sebagai yang terkuat di kawasan Asia Tenggara dengan nilai Rp1.700 triliun, tambahnya.

“Ada sekitar 21 juta konsumen digital baru selama pandemi ini, dari awal 2020 hingga pertengahan 2021,” ujarnya.

Akumulasi nilai pembelian pengguna internet di Indonesia juga diprediksi meningkat 49% dari US$47 miliar menjadi US$70 miliar pada akhir 2021, kata Amin.

“Seiring meningkatnya transaksi digital, aliran modal global juga diproyeksikan akan terus masuk ke Indonesia dan negara ini akan menjadi tujuan investasi terpopuler di Asia Tenggara, melampaui Singapura,” tambahnya.

Kebijakan pendukung

Untuk itu, Indonesia harus menggunakan kepemimpinan G20 untuk mempercepat transformasi digital guna membawa dampak positif berupa ekonomi digital yang lebih inklusif, kata peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan.

“Kepresidenan G20 harus mempercepat kebijakan domestik Indonesia terkait transformasi digital dengan mempercepat pembahasan (pengesahan) RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi undang-undang dan pelaksanaan proses co-regulation,” katanya.

Pesatnya perkembangan ekonomi digital di Indonesia telah berkontribusi pada meluasnya penggunaan sarana elektronik untuk mendistribusikan, menyimpan, dan memanfaatkan data pribadi pengguna fasilitas dan aplikasi digital di dalam negeri, katanya.

Sementara itu, maraknya kasus kebocoran data yang terjadi secara nasional telah menimbulkan kebingungan bagi pihak-pihak yang mengelola dan bertanggung jawab atas data tersebut, sehingga RUU Perlindungan Data Pribadi dapat menjadi solusi untuk permasalahan tersebut, ujarnya.

“Sebagai negara yang diuntungkan dengan digitalisasi di masa pandemi, inovasi ekonomi digital perlu didukung regulasi yang memadai,” imbuhnya.

Pendekatan kolaboratif atau co-regulation akan mendorong ekonomi digital berkembang ke arah yang lebih inovatif, inklusif, dan aman, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses perumusan, implementasi, dan pemantauan kebijakan, katanya.

Berita terkait: RS Udayana Difungsikan Sebagai RS Rujukan KTT G20 2022
Berita terkait: Indonesia akan mengadakan tiga pertemuan G20 TIIWG 2022 sekitar akhir Maret
Berita terkait: Jakarta targetkan 50 persen armada TransJakarta elektrik pada 2025