Masa depan MRT setelah Jakarta bukan lagi ibu kota

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tampak sangat yakin dengan proyeksi kota tersebut menjadi hub ekonomi dan pusat bisnis skala global di masa depan setelah tidak lagi menyandang predikat ibu kota.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyusun Rencana Pembangunan Daerah (RDP) 2023-2026 untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang diarahkan pada kemampuan bersaing dengan kota-kota bisnis global sejenis lainnya.

Tak pelak, hal itu bertujuan untuk mendorong aspek daya saing dalam hal pemerintahan, sumber daya manusia, infrastruktur, dan pengelolaan sumber daya, sehingga dapat membiayai pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Rupanya, proyeksi ini mengilhami konsep pengembangan transportasi massal modern, nyaman, dan terintegrasi yang dirancang oleh PT Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta.

Salah satunya dalam konsep desain pembangunan MRT fase 3 yang melewati Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, dengan panjang 87 kilometer (km), dari Balaraja hingga Cikarang.

Berita terkait: Anak-anak Indonesia berkontribusi dalam pembangunan MRT Jakarta Fase 2

Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan konsep pembangunan jalur MRT Jakarta Timur-Barat akan berbeda dengan pembangunan fase 1 dan 2 jalur MRT Utara ke Selatan.

Jalur MRT Utara ke Selatan berorientasi proyek, sedangkan pendekatan berorientasi koridor diterapkan untuk jalur Timur ke Barat.

Pengembangan jalur MRT Jakarta dari timur ke barat akan memfasilitasi sekitar 1,2 juta penumpang setiap hari melalui pendekatan yang lebih manusiawi. Tiga depo akan dibangun, dilengkapi dengan jalur pejalan kaki yang sejuk dan nyaman, serta akses yang mudah untuk digunakan.

Bersamaan dengan itu, pembangunan MRT juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas desain kanal-kanal kota sebagai fitur estetika dan tampilan jalan di kawasan tersebut serta terintegrasi dengan ruang terbuka hijau.

BACA JUGA:  PGN, PIM kembangkan amoniak biru untuk mengurangi emisi

Sabandar menilai pembangunan fase 1 pada masa lalu menjadi bukti bahwa MRT memiliki efek ganda dalam hal kontribusinya terhadap suatu daerah, tidak hanya dalam hal pembangunan ekonomi suatu daerah tetapi juga memberikan manfaat nyata lainnya bagi pemerintah dan masyarakat umum. populasi.

Ia mencontohkan, untuk jalur Balaraja hingga Cikarang, jalur MRT Jakarta akan melewati 49 kawasan yang berpotensi menjadi kawasan regenerasi perkotaan dengan metode Transit Oriented Development (TOD).

Berita terkait: Presiden Jokowi luncurkan pengoperasian TBM MRT Jakarta Fase 2A

Target dalam visi pembangunan berkelanjutan 2030 juga dibuat dengan konsep nol emisi melalui penggunaan energi baru dan terbarukan dalam pembangunan jalur MRT Jakarta.

Karena menjadi dasar pembangunan, Sabandar menyatakan bahwa jalur MRT yang menghubungkan ketiga provinsi tersebut bertujuan untuk menggunakan listrik tenaga surya sebanyak 30 Mega Watt peak (MWp) untuk jalur terapung.

Dengan integrasi transportasi yang direncanakan di Jakarta pada tahun 2022, masyarakat akan dapat mengakses stasiun MRT Jakarta langsung dari pemukiman mereka dan memilih opsi transportasi massal yang dianggap tercepat atau paling efisien dari segi tarif berdasarkan sistem Jaklingko.

Tantangan pendanaan

Tahap 3 pembangunan MRT akan dibagi menjadi tiga bagian.

Seksi pertama menghubungkan Ujung Menteng-Kalideres sepanjang 33,8 km; seksi kedua menghubungkan Cikarang-Ujung Menteng sepanjang 21,9 km, dan seksi ketiga menghubungkan Balaraja-Kalideres sepanjang 28,4 km.

Bagian pertama dari proyek ini dibagi menjadi dua tahap.

Tahap pertama dari Ujung Menteng ke Kebun Anggrek sepanjang 23,1 km, dan tahap kedua dari Kebun Anggrek ke Kembangan sepanjang 10,8 km.

Biaya yang dikeluarkan sangat besar dan bahkan dengan perhitungan kasar dengan mempertimbangkan asumsi ekonomi saat ini, diperkirakan mencapai sekitar Rp 160 triliun.

BACA JUGA:  Warga sipil, sektor swasta berperan dalam upaya antikorupsi: ACWG

Mengingat besarnya pendanaan, Sabandar menegaskan pola pendanaan pembangunan jalur MRT Jakarta Timur hingga Barat akan berasal dari berbagai sumber.

Hal ini berbeda dengan pembangunan MRT sebelumnya yang mengandalkan pendanaan dari pinjaman yang dijamin pemerintah.

Saat ini, swasta juga akan memberikan kontribusi sebesar 30 persen dari pendanaan, sedangkan 70 persen sisanya akan disediakan oleh pemerintah.

Sabandar mengungkapkan bahwa Jepang berkomitmen untuk membantu upaya tersebut melalui JICA.

Jepang telah membantu MRT Jakarta dalam pengembangan fase 1 dan 2.

Sejauh ini, beberapa lembaga baru-baru ini menyatakan minatnya, di antaranya Asian Development Bank (ADB), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dan juga pemerintah Inggris.

Ketertarikan tersebut mereka ungkapkan dalam pertemuan Menteri Perdagangan Internasional Inggris dengan direksi MRT Jakarta.

Sabandar mencatat, selama ini pihaknya telah berkomunikasi dengan perusahaan asal London, Crossrail International Ltd, pada 2019 untuk bertukar pengalaman terkait pembangunan MRT.

Perusahaan itu menggarap proyek MRT sepanjang 117 kilometer di Inggris.

Inovasi bisnis

PT MRT Jakarta juga melakukan inovasi bisnis, sehingga dapat menghimpun kontribusi swasta dari “penangkapan nilai tanah” dan “hak penamaan”.

Singkatnya, land value capture adalah nilai potensial suatu wilayah jika jalur MRT melewatinya. Pendekatan penangkapan nilai tanah ini dapat mempromosikan bisnis gaya hidup.

Sedangkan naming rights adalah hak yang diberikan kepada perusahaan yang bekerja sama dengan MRT.

Sabandar menyatakan, Stasiun Fatmawati berganti nama menjadi Fatmawati Indomaret. Stasiun lain yang memiliki hak penamaan selain Stasiun Fatmawati Indomaret adalah Stasiun Lebak Bulus Grab, Blok M BCA, Stasiun Istora Mandiri, dan Stasiun Setiabudi Astra.

Saat ini, beberapa stasiun MRT — Stasiun Cipete Raya, terletak setelah Stasiun Fatmawati; Stasiun Haji Nawi; Blok A; ASEAN; senayan; dan Bendungan Hilir — belum menawarkan kerjasama dalam hal hak penamaan.

BACA JUGA:  Pembangunan infrastruktur seharusnya tidak meningkatkan risiko bencana: Jokowi

Awal tahun ini, PT MRT Jakarta melakukan penjajakan dengan beberapa perusahaan terkait kerjasama hak penamaan stasiun, antara lain beberapa Badan Usaha Milik Negara, perusahaan startup unicorn, dan perbankan, ujarnya.

Sabandar mencatat bahwa selama pandemi, MRT telah mengumpulkan keuntungan yang baik dengan bisnis selain dari penjualan tiket.

Oleh karena itu, meski terjadi penurunan pendapatan dari tiket kereta MRT pada Februari 2022 akibat pandemi COVID-19, MRT tetap memperoleh keuntungan yang dibatasi hingga Rp453 miliar di luar ranah tiket.

Sumbernya tak lain adalah iklan, bisnis MRT, penamaan stasiun, dan aset yang dimiliki stasiun, serta pembukaan co-working space.

Jumlah penumpang MRT diperkirakan akan terus meningkat, berbanding lurus dengan pelonggaran beberapa pembatasan ke depan, sehingga pendapatan dari penumpang juga akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perseroan.

Berita terkait: Jokowi ingin studi kelayakan MRT Jalur Timur-Barat dipercepat
Berita terkait: Jakarta ingin memimpin transportasi berkelanjutan: Gubernur