Konsul Kehormatan Ukraina di Bali, I Nyoman Astama, mengeluarkan peringatan kepada warga negara Ukraina di Pulau Dewata untuk “mengikuti aturan setempat,” menyusul pengumuman resmi bahwa pengunjuk rasa yang melanggar hukum dapat menghadapi deportasi.
Berbicara kepada kelapa Melalui pesan singkat hari ini, I Nyoman Astama merujuk pada aksi damai menentang invasi Rusia di sebuah taman umum di Denpasar pada Selasa sore, yang kabarnya dihadiri sekitar 50 warga Ukraina.
Media lokal melaporkan bahwa massa dibubarkan oleh Polres Denpasar dan Polres Denpasar Timur setelah penegak hukum menganggap aksi tersebut tidak sah. Mereka kemudian diminta pergi ke Konsulat Ukraina.
“[We were] diberitahukan [by police and immigration officers] bahwa warga negara asing tidak diperbolehkan untuk mengambil bagian dalam demonstrasi atau protes damai atau segala bentuk pertemuan massal di tempat umum terlepas dari tujuannya. Ini [because such gatherings] melanggar peraturan di masa pandemi,” kata Nyoman.
Dia mengungkapkan bahwa KJRI telah menulis surat kepada komunitas Ukraina yang meminta mereka untuk tidak melakukan protes di Bali. Namun, katanya, tampaknya tidak semua warga Ukraina di pulau itu menerima surat tersebut.
“Seperti yang kita ketahui, beberapa orang memutuskan untuk berfoto bersama di depan Monumen Bajra Sandhi untuk menunjukkan dukungan kepada keluarga mereka,” katanya seraya menambahkan bahwa mereka segera pergi untuk mematuhi perintah polisi, sebelum menuju ke KJRI.
Para pengunjuk rasa, kata dia, melanjutkan aksi unjuk rasa di Konsulat tidak lebih dari 30 menit. Nyoman mengatakan bahwa orang-orang dari Rusia dan Belarus juga muncul untuk menyatakan dukungan mereka.
“Kami akan bekerja sama dengan komunitas Ukraina melalui saluran yang tersedia untuk menginformasikan [them] tentang hukum setempat. Kami ingin mengingatkan warga Ukraina di Bali untuk mengikuti semua aturan sebagai konsekuensi dari deportasi dapat tersirat oleh [Bali] Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk pelanggaran apa pun, ”katanya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali, Jamaruli Manihuruk, dalam keterangan tertulis mengatakan pihaknya dapat menjatuhkan sanksi tegas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 terhadap pengunjuk rasa Ukraina yang melanggar hukum.
Berdasarkan undang-undang tersebut, Indonesia dapat mendeportasi orang asing yang diketahui melanggar peraturan setempat atau melanggar tujuan visa mereka.
Menurut Kementerian, ada 464 warga Ukraina saat ini di pulau itu, dengan 453 di antaranya memegang izin tinggal sementara dan 11 memegang izin tinggal permanen. Menurut Kedutaan Besar Ukraina di Indonesia, sekitar 3.000 warga Ukraina saat ini tinggal di Indonesia.
Tak satu pun dari warga negara Ukraina di Bali telah mengajukan repatriasi, tambah Jamaruli.
Menurut seorang pejabat di Polres Denpasar, Komisaris Polisi I Made Uder, sementara polisi berempati dengan situasi saat ini di Ukraina, pengunjuk rasa harus tetap mengikuti peraturan setempat dan mendapatkan izin sebelum mengadakan aksi unjuk rasa.
Selain itu, katanya, unjuk rasa Selasa terjadi tepat saat masyarakat Bali akan mengamati Nyepi atau Hari Hening (yang jatuh kemarin), dan karenanya tidak pantas untuk mengumpulkan orang banyak selama waktu ini.
Baca juga: Warga Ukraina di Bali Kutuk Invasi Rusia, Serukan Perdamaian dan Keadilan