Konflik Rusia-Ukraina dapat memperlambat pemulihan Indonesia: pakar

Konflik Rusia-Ukraina yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global akan berdampak dan memperlambat pemulihan ekonomi, khususnya di pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Jakarta (ANTARA) – Konflik Rusia-Ukraina dapat memperlambat pemulihan ekonomi di Indonesia dan negara berkembang lainnya, demikian prediksi peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha M. Rachbini.

“Konflik Rusia-Ukraina yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global akan berdampak dan memperlambat pemulihan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulis yang dirilis di sini, Selasa.

Jika konflik berlarut-larut, hal itu dapat mendorong beberapa negara untuk melarang impor komoditas Rusia seperti minyak, nikel, aluminium, paladium, dan gandum, dan akibatnya, harga komoditas global akan meningkat, ia memproyeksikan.

Berita terkait: DPR desak kementerian siapkan rencana evakuasi WNI di Ukraina

Kenaikan harga minyak mentah global dapat meningkatkan harga domestik bahan bakar minyak dan komoditas penting lainnya, termasuk bahan makanan, katanya.

“Pemerintah perlu berhati-hati dalam menyikapi kenaikan harga minyak mentah dan gandum. Selain itu, inflasi juga perlu dikendalikan dengan menjaga kestabilan harga bahan bakar minyak dan bahan makanan di dalam negeri serta mencegahnya agar tidak semakin fluktuatif,” tambahnya.

Pengeluaran pemerintah untuk subsidi energi dapat meningkat jika konflik Rusia-Ukraina berlanjut, katanya. Akibatnya, anggaran negara (APBN) bisa tertekan, tambah Rachbini.

Berita terkait: Kemenhub siapkan dokumen perjalanan darurat WNI di Ukraina

Subsidi energi melonjak 347,2 persen menjadi Rp10,42 triliun year-on-year pada Januari 2022 dibandingkan Rp2,3 triliun pada Januari 2021, ujarnya.

“Konsekuensi kebijakan kontra-siklus, misalnya dengan intervensi harga atau pemberian subsidi, akan menekan defisit anggaran. Oleh karena itu, APBN perlu dikelola secara efisien dengan mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangkan penundaan pemindahan ibu kota. kota,” sarannya.

Sehubungan dengan sanksi AS terhadap pemain pasar uang Rusia dan perusahaan teknologi, ditambah dengan potensi inflasi yang lebih tinggi, konflik Rusia-Ukraina dapat mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga ke tingkat yang lebih tinggi dari perkiraan, katanya.

“Hal ini dapat menyebabkan depresiasi rupiah, aliran modal keluar, dan berdampak negatif pada neraca pembayaran (BoP). Di pasar uang, konflik juga dapat berdampak pada penyaluran kredit dan kinerja perusahaan,” tambahnya.

Berita terkait: Kunjungan wisatawan melonjak 13,42% yoy di Jan: BPS

Berita terkait: Pengelolaan sampah pariwisata perlu pendekatan komprehensif: kementerian