Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Badan Penanggulangan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI), Dr M Najih Arromadloni meminta seluruh elemen bangsa mewaspadai para pendakwah yang menyusup ke radikalisme.
Gus Najih, panggilan akrabnya, mengatakan paham radikalisme terbukti telah menyusup ke kampus-kampus, institusi pemerintah (TNI, Polri dan Aparatur Sipil Negara/ASN), rumah ibadah, ormas, bahkan institusi pendidikan.
“Lembaga negara itu memang menjadi salah satu sasaran utama penyusupan dengan pola gerakan yang dikenal dengan T.holabun-Nusroh,” kata Gus Najih dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ketentuan Tholabun-Nusroh sendiri sering dimanfaatkan oleh kelompok Hizbut Tahrir dengan mengelabui pihak-pihak yang dianggap memiliki kekuasaan dan dapat memberikan perlindungan. Oleh karena itu, institusi TNI-Polri menjadi sasaran kelompok tersebut dalam mengabadikan visinya untuk menyebarkan ide-ide radikal.
“Kelompok mereka mencoba mengelabui tentara, polisi, anggota intelijen, dan garis strategis pemerintahan lainnya. Nah, ini tentu harus diwaspadai karena di masa depan dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa,” terangnya. pria yang merupakan Sekjen Ikatan Alumni Suriah Indonesia (Syam).
Baca juga: Polisi: Arahan Presiden Jokowi Jadi Pedoman Mitigasi Radikalisme
Baca juga: BNPT Pastikan IKN Bersih dari Radikalisme dan Terorisme
Lebih lanjut, menurut dia, kondisi ini juga dipengaruhi oleh semangat keagamaan masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin meningkat, terbukti dengan banyaknya majelis dan pengajian mulai dari rumah hingga lembaga dan kantor.
“Semangat keagamaan masyarakat Indonesia saat ini harus disambut baik, tetapi ilmu agama tidak benar. Bukannya berbuat baik, seseorang justru bisa terjerumus ke dalam kejahatan,” ujarnya.
Gus Najih mengatakan bahwa semangat keagamaan yang tinggi ini tentunya harus diimbangi dengan ilmu yang mumpuni seperti halnya dalam hadits Nabi yang mengatakan bahwa Allah SWT membenci kebodohan.
“Artinya, orang yang semangat beragama juga harus semangat menambah ilmu, memperdalam ilmunya sehingga menjadi agama yang benar,” kata Pendiri Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation ini.
Jadi, kata dia, perlu mendapat perhatian, apalagi para da’i radikal sudah mulai masuk dan menyusup ke aparat dan lembaga negara melalui majelis dan pengajian.
“Faktanya kita temukan di TNI, di mana nasionalisme dianggap lengkap, ada 4 persen yang terpapar, jadi bagaimana mencegah dan mengevaluasinya,” katanya.
Baca juga: Akademisi UI: Konsep Pentahelix Bisa Berhasil Jika Sinerginya Kuat
Gus Najih juga mengatakan, banyak faktor yang membuat lembaga negara kerap ‘ketinggalan’ yang menjadikan oknum da’i yang bervisi menyebarkan paham radikal sebagai nara sumber di majelis.
“Banyak faktornya, salah satunya adalah ketidaktahuan. Mungkin hanya karena pembicaranya populer atau mudah diajak. Kedua, bisa jadi karena sudah terpapar,” jelas pria yang juga praktisi pesantren ini.
Untuk itu, kata dia, kesadaran dan pengetahuan perlu ditanamkan khususnya kepada anggota dan keluarga ASN, TNI, dan Polri untuk bisa mengenali pemuka agama moderat yang mengarah pada konsep agama sebagai berkah.
Wartawan: Joko Susilo
Editor: Chandra Hamdani Noor
HAK CIPTA © ANTARA 2022