Ke depan, jika harga minyak terus berada pada level tinggi di atas US$100 per barel dan harga komoditas esensial meningkat, pemerintah kemungkinan akan melakukan intervensi harga, memberikan subsidi dan bantuan sosial…
Jakarta (ANTARA) – Defisit anggaran negara berpotensi melebar pada 2022 akibat konflik Rusia-Ukraina, demikian prediksi ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha M. Rachbini.
“Ke depan, jika harga minyak terus berada pada level tinggi di atas US$100 per barel dan harga komoditas esensial meningkat, pemerintah kemungkinan akan melakukan intervensi harga, memberikan subsidi dan bantuan sosial, yang pada akhirnya akan menekan defisit APBN, ” ujarnya dalam keterangan pers yang dirilis di Jakarta, Selasa.
Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$1 per barel akan menaikkan subsidi bahan bakar gas (LPG) sebesar Rp1,47 triliun, subsidi minyak tanah sebesar Rp49 miliar, kompensasi kepada Pertamina sebesar Rp2,65 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp295 miliar, proyeksinya.
Sementara itu, penerimaan negara dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak akan meningkat masing-masing sebesar Rp0,8 triliun dan Rp2,2 triliun, sehingga defisit anggaran berpotensi melebar, kata Rachbini.
Pemerintah menargetkan defisit APBN 2022 mencapai Rp868 triliun atau 4,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional, ujarnya.
Berita terkait: Tidak ada gencatan senjata yang dapat menyebabkan krisis kemanusiaan di Ukraina: Widodo
“Anggaran negara perlu dikelola secara tepat dan efisien dengan mengutamakan pemulihan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Pemerintah juga perlu meningkatkan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan yang lebih dalam, katanya.
“Risiko ke depan adalah ancaman inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.
Berita terkait: Ekonomi RI berpeluang terkontraksi 0,014% akibat konflik Rusia-Ukraina