Selama beberapa dekade, orang telah percaya bahwa berpikir positif adalah salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan diri dan mencegah gangguan mental. Tetapi apakah Anda pernah menemukan diri Anda atau orang lain merasa tertekan karena Anda mencoba untuk berpikir positif? Jika iya, mungkin Anda sedang mengalami toxic positivity.
Dilansir dari Very Well Mind, toxic positivity adalah kondisi di mana seseorang terobsesi dengan pemikiran positif. Apapun masalah yang dihadapinya dan betapapun tragisnya cobaan yang dialaminya, ia akan menghadapinya dengan senyuman tanpa berusaha menunjukkan empati apalagi berusaha menyelesaikan masalah.
Lalu, apa saja tanda-tanda kamu terjebak dalam toxic positivity? Berikut penjelasannya.
Menyangkal Emosi Negatif
Tidak dapat dipungkiri bahwa perasaan sedih, kehilangan, dan berbagai emosi negatif merupakan bagian dari kehidupan manusia. Perasaan ini manusiawi dan tak terbantahkan.
Namun, ini tidak berlaku untuk orang dengan positivitas beracun. Mereka menganggap kesedihan adalah aib yang harus ditutupi. Menunjukkan emosi negatif dianggap sebagai ancaman besar yang harus dihancurkan.
Suka Menghindari atau Lari dari Masalah
Di dunia ini tidak ada manusia yang hidup tanpa masalah. Masalah akan selalu muncul dan menunggu untuk diselesaikan. Namun, bagi orang-orang dengan toxic positivity, masalahnya bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Alih-alih repot mencari solusi, kebanyakan penderita memilih lari dan tidak peduli dengan solusi.
Kurang Berpikir Kritis
Pada akhirnya, pola pikir positif juga diartikan sebagai bentuk penyerahan diri. Jika Anda terjebak dalam sindrom ini, maka semua yang terjadi tidak penting sehingga tidak perlu dipelajari. Anda tidak ingin repot memikirkan sebab dan akibat, dan bagaimana menghadapinya.
Terus Membandingkan Hidup dengan Orang Lain
Penderita sindrom ini pada dasarnya hanya menutupi perasaan hancur, takut, dan cemas dalam diri mereka. Mereka justru dipenuhi dengan hujatan, penolakan, dan berbagai tanda tanya yang tak terjawab. Penderita menganggap dirinya sebagai sosok malang yang tidak dicintai oleh alam semesta.
Akibatnya, pemikiran ini membuat mereka terus membandingkan diri mereka dengan orang lain. Mereka begitu mudah melontarkan kritik pedas jika ada seseorang yang tidak memenuhi standar pribadinya. Toxic positivity memaksa mereka untuk terus merasa paling beruntung bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun.
Bersorak dengan Ironi
Pada akhirnya, sindrom ini juga terlihat saat penderita bersosialisasi dengan orang lain. Ketika orang-orang di sekitar mereka menghadapi masalah, orang-orang dengan toxic positivity akan dengan mudah memberikan kata-kata penghiburan, tetapi dengan cara yang negatif.
Misalnya, ketika berhadapan dengan orang tua yang kehilangan anak, penderita sindrom ini akan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja, dan mengingatkan bahwa setidaknya orang yang kehilangan itu telah memiliki anak.
Itulah beberapa tanda toxic positivity yang perlu kamu waspadai. Sepintas, sikap mereka memang terlihat baik karena menyebarkan aura positif. Namun nyatanya, penderita gangguan ini cenderung menutup-nutupi masalah, menyangkal segala kesedihan, dan justru merasa bersalah jika menunjukkan kesedihan.
Jika dibiarkan, orang dengan toxic positivity akan kehilangan empati atas kesedihan orang lain, dan memilih untuk lari dari masalah. Hal ini akan berdampak negatif pada semua aspek kehidupan orang tersebut.