Harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal menghentikan penyebaran infiltrasi radikalisme
Jakarta (ANTARA) – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Ahmad Nurwakhid mengatakan pernyataan Presiden Jokowi tentang para da’i radikal merupakan peringatan keras untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.
“Pernyataan Presiden Jokowi pada Rapat Pimpinan TNI-Polri, di Mabes TNI, Jakarta, Selasa (1/3) harus ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah, dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme,” katanya dalam siaran pers dari BNPT Media Center for Peace, Sabtu.
“Sejak awal kami (BNPT, red) telah menegaskan bahwa isu radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini, karena radikalisme sebenarnya adalah ideologi yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme adalah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,” katanya.
Sedangkan untuk mengetahui da’i radikal, Nurwakhid menjabarkan beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan, bukan dari penampilan dosennya.
Setidaknya, menurut Nurwakhid, ada lima indikator. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang kafir kepada pihak lain yang berbeda paham atau berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap kebencian dan membangun ketidakpercayaan.ketidakpercayaan) masyarakat melawan pemerintah dan negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (Kebencian), dan penyebaran hoax.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan dan perubahan serta tidak toleran terhadap perbedaan dan keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan lokal yang anti budaya atau anti agama.
“Mengenali ciri-ciri dosen tidak harus terpaku pada penampilan, tetapi isi kuliah dan cara pandangnya dalam melihat isu-isu keagamaan yang selalu berbenturan dengan wawasan kebangsaan, budaya, dan kebhinekaan,” ujarnya juga.
Senada dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan bahwa strategi kelompok radikalisme ditujukan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke dalam masyarakat.
“Ada tiga strategi yang dilakukan kelompok radikalisme. Pertama, mengaburkan, menghilangkan, bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Ketiga, mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan SARA. (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan),” kata Nurwakhid.
Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan budaya luhur bangsa. Proses penanaman tersebut dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui pendakwah radikal.
“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kolektif kita dan sejak awal menghentikan penyebaran infiltrasi radikalisme, salah satunya tidak memilih untuk mengundang para da’i radikal ke ruang-ruang pendidikan agama publik,” ujarnya lagi.
Baca juga: BNPT Pastikan IKN Bersih dari Radikalisme dan Terorisme
Baca juga: BNPT: Terorisme Proksi Hancurkan Islam dan Negara
Wartawan: M Arief Iskandar
Redaktur: Budisantoso Budiman
HAK CIPTA © ANTARA 2022