Anda mungkin pernah mengalami betapa sulitnya mendapatkan peringkat tinggi di lingkungan kerja sebagai seorang wanita. Jangankan promosi, mungkin Anda bahkan tidak mendapatkan apresiasi sederhana. Ketidakadilan berbasis gender tidak hanya terjadi dalam hal pengabaian dan penyangkalan, tetapi juga memberikan kesempatan yang tidak setara atau penghargaan yang tidak proporsional bagi pekerja perempuan.
Meski sering diremehkan, ternyata penelitian dari Harvard mengungkapkan bahwa pemimpin perempuan lebih efektif dalam mengatasi krisis dan memulihkan institusi dan perusahaan, lho!
Penasaran bagaimana penjelasannya? Yuk, cek faktanya di bawah ini!
Pemimpin Perempuan di Mata Buruh
Universitas Harvard sering melakukan survei untuk mengkaji indeks kesetaraan gender dari berbagai sisi, salah satunya perbandingan indeks kepuasan pekerja terhadap pemimpin laki-laki dan perempuan.
Dilansir dari laman Harvard Business Review, perempuan dinilai lebih mampu memimpin dengan baik oleh para pekerjanya. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei terhadap 60.000 pemimpin pria dan wanita yang digabungkan. Baik selama pra-pandemi dan selama pandemi, perempuan dinilai secara signifikan lebih positif.
Bahkan, berkat keberhasilan beberapa pemimpin perempuan dunia dalam memberantas pandemi dan menurunkan angka kematian, kesenjangan perbandingan antara pemimpin laki-laki dan perempuan tampak jauh lebih signifikan. Pada periode pra-pandemi, pemimpin laki-laki memperoleh 49,8 persen suara, sedangkan perempuan memperoleh 53,1 persen suara.
Selama pandemi, laki-laki mendapat 51,5 persen suara positif, sementara perempuan mendapat 57,2 persen suara. Data signifikan ini menunjukkan bahwa pemimpin perempuan dianggap lebih mampu mengelola krisis.
Pemimpin Wanita Mendorong Lebih Banyak Kemajuan
Parameter untuk mengukur efektivitas kepemimpinan tentunya sangat beragam dan dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal yang sulit diprediksi. Namun, penelitian Harvard menunjukkan bahwa pemimpin perempuan lebih dipercaya dan mendorong kemajuan mental, psikologis, dan emosional pekerja sehingga pekerja merasa lebih nyaman dan lebih produktif.
Perempuan dianggap lebih mampu mengambil inisiatif, lebih gesit untuk belajar, lebih baik dalam membangun hubungan interpersonal dengan pekerja dan memberikan dukungan moral yang lebih besar. Selain itu, mereka juga mampu berkolaborasi dan berkomunikasi dengan lebih jelas dan terarah, lebih terbuka terhadap perbedaan dan dianggap memiliki perspektif yang lebih luas.
Di sisi lain, pemimpin laki-laki dianggap lebih profesional di bidang teknis dan berani mengambil risiko.
Harapan Karyawan Tentang Pemimpin yang Efektif
Dari sejumlah besar responden yang diteliti, dapat disimpulkan bahwa para pekerja sangat mendambakan seorang pemimpin yang tidak hanya ahli dalam hal teknis dan pengambilan keputusan, tetapi juga yang mampu membuat mereka merasa aman, dihargai, dan didukung penuh.
Statistik selalu menunjukkan pemimpin perempuan memiliki empati yang luar biasa terhadap karyawannya, sehingga pekerja merasa terinspirasi dan muncul loyalitas terhadap perusahaan. Para pekerja tidak hanya mematuhi perintah, tetapi juga mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Oleh karena itu, mereka menginginkan seseorang yang terbuka dengan ide-ide baru, jujur dan berintegritas, peka dan tidak abai terhadap masalah kesehatan mental pekerja.
Seiring kemajuan teknologi yang pesat, tekanan dari lingkungan kerja pun semakin tinggi. Penguasaan teknis tidak lagi menjadi satu-satunya syarat bagi pemimpin untuk dapat memajukan perusahaan atau instansi yang dipimpinnya, melainkan kepekaan pemimpin terhadap faktor emosional pekerja sangat relevan untuk meningkatkan produktivitasnya.
Mengesampingkan perbandingan kompetensi pemimpin perempuan dan laki-laki, setiap orang harus menyadari bahwa mentalitas dan kondisi psikologis pekerja telah menjadi bagian penting yang harus diperhitungkan dalam bisnis. Dengan kesadaran ini, diharapkan segala bentuk superioritas destruktif tidak lagi berlaku di tempat kerja, demi kenyamanan dan keuntungan bersama.