Kehadiran unsur-unsur praktik serupa perbudakan dan kerja paksa menjadi masalah serius bagi korporasi, terutama bagi mereka yang ingin mengglobal dengan produk yang dituntut dunia.
Jakarta (ANTARA) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan praktik kerja paksa dan tindakan serupa perbudakan terhadap penghuni kandang manusia di kediaman Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin tidak aktif.
Dalam keterangannya, Sabtu, anggota Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, mencatat, identifikasi praktik kerja paksa didasarkan pada minimnya upah para penghuni kandang tersebut.
Penghuni ini adalah pekerja di perusahaan kelapa sawit milik Angin.
Melalui kanal YouTube Komnas HAM, Angin juga menyoroti bahwa identifikasi praktik serupa perbudakan didasarkan pada dua indikator penting.
“Pertama, orang-orang ini (penghuni kandang) tidak memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri. Mereka tidak memiliki kepemilikan atas hidup mereka,” katanya.
Kedua, kontrol terhadap mereka dari luar sangat kuat, ujarnya.
Apalagi ditemukan temuan bahwa para pekerja ini diancam hukuman jika ketahuan malas atau tidak bekerja di perusahaan sawit, ungkapnya.
Secara umum, penghuni kandang menghadapi perlakuan tercela, karena mereka direndahkan dan dirampas haknya untuk menentukan nasibnya sendiri, tambahnya.
Praktik kerja paksa ini bertentangan dengan sikap yang dianut Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang mengatur tentang pemberantasan kerja paksa, kata Anam.
Dia mengimbau seluruh korporasi di Indonesia, khususnya di industri kelapa sawit, untuk menghindari praktik serupa.
“Kehadiran unsur praktik serupa perbudakan dan kerja paksa merupakan masalah serius bagi korporasi, terutama bagi mereka yang ingin mengglobal dengan produk yang dituntut dunia,” ujarnya.
Korporasi-korporasi ini harus mengikuti aturan yang ditetapkan dunia, katanya.
“Jika ditemukan kerja paksa, praktik serupa perbudakan, dan penyiksaan terkait perusahaan sawit, akan berdampak serius pada produk sawit kita,” ujarnya mengingatkan.
Komisi juga mendorong penerapan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan rutin dari perusahaan terkait dengan potensi praktik kerja paksa atau perbudakan.
Sistem ini akan memperbaiki kondisi industri dan korporasi di Indonesia dan juga membantu penegakan hak asasi manusia.
Praktik bisnis seharusnya tidak hanya berorientasi pada keuntungan tetapi juga harus menghormati hak asasi manusia. Dengan demikian, pihak-pihak terkait bisa menikmati kesejahteraan bersama, kata Anam.
Berita terkait: ABK Indonesia yang terjebak dalam perbudakan modern di laut: Menteri
Berita terkait: Indonesia serukan negara-negara ILO untuk menghentikan kerja paksa