Anggota DPR soroti kelangkaan minyak goreng

Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyoroti masalah kelangkaan minyak goreng yang hingga kini belum terselesaikan.

“Saya belum melihat solusi yang komprehensif untuk masalah ini,” kata Deddy dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Menurut Deddy, kelangkaan minyak goreng terus terjadi di berbagai daerah bahkan di Jakarta. Sementara itu, harga pasar masih jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan.

“Saya justru melihat industri ini rusak parah, rantai pasok dari hulu ke hilir sudah bermasalah,” kata Deddy.

Politisi PDI-P itu menjelaskan, rantai pasok mulai dari pekebun sawit, produsen CPO, pabrik minyak goreng, distributor, agen, hingga pedagang tidak lagi tersambung.

“Semua pihak dirugikan. Jadi bukan hanya masyarakat yang kesulitan mendapatkan barang, tapi harganya sangat mahal. Karena produsen CPO juga mengeluh,” ujarnya.

Baca juga: Jangan Beli Minyak Goreng

Baca juga: Khofifah Ajak Masyarakat Tak Khawatir Kehabisan Minyak Goreng

Deddy mengaku mendapat laporan dari produsen CPO yang mengeluh karena tidak ada jaminan bisa mengekspor. Meskipun mereka mengklaim telah memenuhi persyaratan kebijakan Obligasi Pasar Domestik (DMO) dan Obligasi Harga Domestik (DPO) minyak goreng.

“Dari sisi produsen minyak goreng, mayoritas merasa masih kesulitan mendapatkan bahan baku,” ujarnya.

Padahal, kata Deddy, jika melihat struktur industri, dari sekitar 400 pabrik minyak goreng yang ada, hampir 51 persen dari total produksi dikuasai 4-5 perusahaan. Artinya, kata dia, sebenarnya sangat mudah untuk mengetahui distribusi produksi minyak goreng dari pabrik-pabrik tersebut.

“Saya banyak menerima keluhan dari pengusaha sawit, baik domestik maupun PMA. Mereka bingung dengan berbagai regulasi yang tidak jelas yang ada, dan ini sangat merugikan mereka.

BACA JUGA:  KSP: Penghapusan tes antigen-PCR tidak mempercepat status endemik

Dia secara pribadi bingung. Kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri hanya sekitar 10 persen dari total produksi CPO nasional yang mencapai di atas 49 juta ton per tahun.

Baca juga: Kemendag: Produksi Minyak Goreng Mendekati Permintaan

Deddy mengungkapkan, kebutuhan minyak goreng sedikit di atas 5 juta ton per tahun, namun pasokan minyak masih belum bisa dipenuhi. Bahkan jika ditambah dengan kebutuhan CPO untuk program B30 yang mencapai sekitar 9 juta ton, produksi kita masih sangat aman. Kalaupun pengusaha dan eksportir CPO dikenakan kewajiban DMO 30 persen, mereka tetap untung karena harga internasional masih sangat tinggi, mencapai Rp. 15.000/kg.

Karena itu, dia berharap Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta Kementerian ESDM segera duduk bersama pemangku kepentingan dan pelaku industri terkait. Semua harus duduk bersama untuk menyelesaikan masalah kelangkaan minyak goreng. Apalagi kita akan segera memasuki Bulan Puasa yang tentunya akan meningkatkan konsumsi.

“Kemendag jangan main aman. Lockdown ekspor CPO tidak hanya merugikan pengusaha sawit, tapi juga merugikan penerimaan negara. Ketiadaan minyak goreng juga merugikan pedagang dan pelaku ekonomi, baik besar, menengah maupun kecil,” kata dia. Deddy.

Reporter: Fauzi
Editor: Chandra Hamdani Noor
HAK CIPTA © ANTARA 2022