Anggota DPR menilai Menteri Agama salah memilih perumpamaan

Jakarta (ANTARA) – Anggota DPR RI Achmad menyatakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak memilih perumpamaan yang tepat untuk membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

“Banyak perumpamaan lain yang harus digunakan selain gonggongan binatang. Jadi apapun alasannya, sangat tidak pantas untuk dikeluarkan di tempat umum, apalagi membandingkannya dengan suara adzan,” kata Achmad dalam sebuah tulisan. pernyataan di Jakarta, Kamis.

Anggota Komisi VIII yang membidangi Agama itu menegaskan, Win Yaqut harus berhenti membuat keributan dengan mengeluarkan pernyataan dan peraturan yang berbau sentimentil. Jika Anda tidak dapat berkomunikasi dengan baik, maka Anda harus diam.

“Jika tidak bisa berkomunikasi dengan baik, maka sebaiknya diam. Jika sudah begini, jangan salahkan orang yang berpikir dan menafsirkan berbagai hal, karena pernyataan ini sangat jelas menghina umat Islam,” tegas Achmad.

Ditegaskannya, selama ini masyarakat Indonesia hidup rukun berdampingan tanpa mempersoalkan suara salat dari masjid/mushola atau bahkan gereja. Bahkan di daerah-daerah tertentu di mana minoritas Muslim tidak pernah mendengar mereka melakukan protes.

“Selama ini masyarakat hidup rukun. Hanya unsur-unsur yang coba bentrok. Selama ini tidak ada yang mempersoalkan shalat masjid. Berapa masjid yang ada di tengah pemukiman saudara kita yang berbeda keyakinan, tapi tidak ada protes dari mereka,” jelasnya.

Baca juga: Wagub Jabar: Tidak Baik Membandingkan Adzan dengan Suara Anjing
Baca juga: Loudspeaker SE Menyeimbangkan Siaran dan Menjaga Harmoni
Baca juga: Wamenag Percaya Tak Ada Niatnya Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan

Untuk itu, dia meminta Menteri Agama Yaqut fokus pada kinerja untuk kemaslahatan umat. Tidak perlu ribut dengan pernyataan dan aturan tendensius yang menimbulkan gesekan di masyarakat.

Politisi Demokrat itu meminta agar Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Masjid ditinjau ulang.

Cukup di tingkat KUA yang mengatur dan disesuaikan dengan daerah masing-masing. Ia menilai hal itu terlalu kecil untuk ditangani oleh seorang menteri dan ada hal-hal yang lebih mendasar di Kementerian Agama Republik Indonesia yang harus ditangani dengan sangat serius.

Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran tentang aturan penggunaan pengeras suara di masjid atau mushola.

Yaqut menganggap suara Toa di masjid sebagai bentuk syiar. Hanya saja, jika dihidupkan secara bersamaan, akan terjadi gangguan.

“Coba bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan non muslim. Kemudian rumah ibadah saudara kita non muslim menyalakan Toa lima kali sehari dengan keras, begitulah rasanya,” kata Yaqut .

Yaqut kemudian mencontohkan suara-suara lain yang bisa menimbulkan gangguan. Salah satunya adalah suara gonggongan anjing.

“Yang paling sederhana, kalau kita tinggal di kompleks misalnya. Kiri, kanan, depan dan belakang, semua memelihara anjing. Misalnya menggonggong pada saat yang sama, kita tidak terganggu. Apa artinya ini, apa pun suaranya. , itu harus kita atur agar tidak menjadi gangguan. Speaker di masjid-masjid dipersilakan untuk menggunakan, tapi tolong diatur agar tidak terganggu,” katanya.

Reporter: Fauzi
Redaktur: M Arief Iskandar
HAK CIPTA © ANTARA 2022