Jakarta (ANTARA) – Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memuji pencapaian vaksinasi nasional COVID-19 yang saat ini mencapai 70,25 persen.
“Saya memuji kerja keras pemerintah dalam mencapai target vaksinasi. Ini merupakan indikator signifikan keberhasilan penanganan COVID-19,” kata anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan hingga Kamis pukul 18.00 WIB, Wuryanto mencatat 146.305.278 orang telah mendapat vaksinasi dosis kedua atau setara 70,25 persen.
Wuryanto mengatakan, pencapaian ini bisa membangun kekebalan di kalangan masyarakat Indonesia. Herd immunity terlihat dari situasi saat ini di mana tingginya penyebaran infeksi yang disebabkan oleh varian Omicron tidak meningkatkan jumlah rawat inap. Sebagian besar orang yang terinfeksi hanya menunjukkan gejala ringan hingga sedang.
“Angka kematiannya juga lebih rendah,” kata Wuryanto.
Melihat kondisi tersebut, dia menyarankan pemerintah segera menyiapkan skenario transisi dari pandemi ke fase endemik, agar pemulihan ekonomi dapat berjalan dengan baik.
“Saya mengimbau daerah yang belum mencapai target vaksinasi untuk terus proaktif melakukan vaksinasi door to door,” ujarnya.
Berita terkait: Pemerintah desak 20 provinsi kejar target vaksinasi dosis kedua
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini juga menilai pencapaian vaksinasi nasional ini patut diacungi jempol. Zaini mencatat, pencapaian tersebut merupakan hasil kerja keras pemerintah pusat dan daerah yang dibarengi dengan bantuan TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Kita patut berbangga dengan pencapaian vaksinasi negara yang menduduki peringkat ke-4 secara global. Ini merupakan prestasi yang patut diapresiasi,” kata Zaini.
Namun, anggota DPR mendorong pihak terkait untuk terus menorehkan prestasi lebih lanjut. Khususnya untuk vaksinasi bagi lansia yang baru mencapai 70,17 persen untuk vaksin dosis pertama dan 45,36 persen untuk vaksin dosis kedua, dan baru sekitar 20 provinsi yang capaian vaksinasinya melampaui 60 persen.
Zaini juga optimistis upaya transisi dari pandemi ke tahap endemik akan dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan saran para ahli, terutama ahli epidemiologi.
“Saya optimistis pemerintah tidak terburu-buru menetapkan status endemis, sementara jumlah kasus COVID-19 masih tinggi. Ini akan merugikan masyarakat,” tegasnya.
Diperlukan upaya yang cermat, karena peralihan status akan mengubah strategi dan kebijakan penanganan pandemi, termasuk anggaran.
Berita terkait: Perlu vaksinasi 70 persen populasi untuk memasuki tahap endemik: BRIN
Zaini meminta pemerintah mengambil petunjuk dari negara-negara yang sudah dan belum menetapkan status endemis.
“(Pemerintah) perlu menentukan beberapa faktor penting, karena setiap negara memiliki tingkat ketahanan kesehatan yang berbeda-beda,” menurut Zaini.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo sependapat dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), yang menegaskan tidak perlu terburu-buru mengubah status dari pandemi menjadi endemik. Dia menekankan bahwa transisi membutuhkan persiapan yang matang.
Menurut Handoyo, selain vaksinasi, perubahan perilaku masyarakat harus ditegakkan, sehingga transisi dari status pandemi ke endemik dapat berjalan dengan baik. Namun, ia menyatakan penyesalan atas fakta bahwa meskipun pencapaian vaksinasi tinggi di antara beberapa negara, tingkat kematian mereka juga tetap tinggi.
Oleh karena itu, Handoyo menekankan perlunya penegakan perubahan perilaku masyarakat, khususnya dalam penerapan protokol kesehatan.
“Kalau vaksinasi sudah berjalan dengan baik, maka protokol kesehatan juga dijalankan dengan baik. Saya kira kita bisa melakukan transisi. Namun, saya kira itu tidak bisa terjadi sekarang,” ujarnya.
Berita terkait: Presiden agar tidak terburu-buru mengubah status pandemi menjadi endemik: KSP