25 pria Bali terdampar di Turki setelah ditipu oleh perekrut yang curang

Sebuah video dari 25 pria Bali yang dilaporkan terdampar di Turki menjadi viral kemarin di media sosial, dengan seorang pejabat menunjukkan bahwa mereka adalah korban eksploitasi tenaga kerja.

“Kami telah memverifikasi [the video]. Ada 25 orang Bali yang terlantar di Turki,” kata Kepala Badan Perlindungan Buruh Migran Bali Wiam Satriawan kemarin.

Menurut laporan, video berdurasi 15 detik itu menunjukkan seorang pria Bali yang merupakan bagian dari kelompok meratapi cobaan berat mereka sambil membawa barang bawaannya. Berbicara dalam bahasa Bali, pria itu meminta untuk dipulangkan, menambahkan bahwa mereka semua diperlakukan seperti tunawisma.

Polisi Bali telah menerima laporan tentang kelompok itu pada 22 Februari, dan diduga bahwa 25 (semuanya laki-laki) dalam video itu adalah korban praktik perdagangan manusia.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa agen tenaga kerja Indonesia berinisial KPR, serta agen asing berinisial SARR, sebagai pihak yang diduga bersalah.

Menurut Wiam, orang Bali dalam video tersebut tidak tercatat sebagai pekerja migran berdasarkan data agensi. Investigasi menemukan bahwa mereka berangkat ke Turki dengan visa liburan, namun dijanjikan oleh agen yang tidak disebutkan namanya bahwa mereka akan dapat bekerja di sana.

Outlet lokal melaporkan bahwa 25 kemudian ditempatkan di sebuah homestay di Turki.

Wiam mengatakan telah menghubungi Kementerian Luar Negeri RI untuk mencari solusi bagi WNI yang terdampar.

Lebih lanjut, Wiam menyayangkan situasi tersebut karena MO ini sudah beberapa kali dimainkan sebelumnya.

“Mereka harus mengerti bahwa Anda tidak dapat bekerja dengan visa liburan. Hal seperti ini sudah terlalu sering terjadi dan banyak orang yang tampaknya tidak memahaminya,” katanya.

Secara terpisah, I Putu Pastika Adnyana, perwakilan hukum dari salah satu korban, mengatakan bahwa kliennya membayar Rp25 juta (US $ 1.750) kepada agen tersebut, yang menjanjikannya pekerjaan tata graha dan perumahan apartemen di Turki sebagai imbalannya.

Putu mengatakan bahwa kesepakatan awal menunjukkan bahwa kliennya seharusnya diberikan visa kerja, dan dia tidak menyadari bahwa dia memiliki visa liburan ketika dia meninggalkan Indonesia.

Setelah tiba di Turki, klien Putu dan yang lainnya hanya diperbolehkan istirahat satu malam sebelum dikirim bekerja di klub malam. Mereka juga dijejalkan ke tempat tinggal yang kumuh, di mana mereka harus bergiliran tidur di tempat tidur.